Propinsi Nusa Tenggara Timur merupakan propinsi yang terdiri dari 22 kabupaten /kota. Jumlah kabupaten tersebut meningkat paska di undangkannya Undang - Undang mengenai Otonomi daerah.
Kabupaten terakhir yang dibentuk adalah kabupaten Malaka. kabupaten Malaka merupakan pecahan dari Kabuten Belu. Kabupaten Malaka juga merupakan kabupaten yang berbatasan langsung dengan Negara Timor Leste.
Propinsi Nusa Tenggara Timor juga di kenal dengan sebutan tanah Flobamora. Istilah Flobamora mengacu pada pulau - pulau besar yang ada di NTT, yaitu Flores, Sumba, Alor, Timor dan Adonara.
(kupang, 7 Januari 2016)
SEMI ARID INDONESIA
Rabu, 06 Januari 2016
Minggu, 01 Februari 2015
PERKEMBANGAN PENGUASAAN HUTAN OLEH MASYARAKAT ADAT BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN REPUBLIK INDONESIA
Penguasaan hutan dan kekayaan alam
lainnya yang terkandung di dalam tanah diatur secara jelas dalam undang –
undang. Berdasarkan Undang – Undang
Dasar Tahun 1945 pasal 33 ayat 3, menyatakan bahwa kekayaan alam yang terkandung
di dalam bumi, air maupun angkasa dikuasai oleh negara. Negara menguasai semua kekayaan tersebut
untuk digunakan memakmurkan rakyat Indonesia.
Dalam konteks kehutanan,
penguasaan hutan oleh negara diatur dalam undang – undang. Terdapat dua undang – undang yag mengatur
tentang penguasaan hutan yaitu Undang –
Undang Nomor 5 tahun 1967 tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok Kehutanan,
dan Undang – Undang Nomor 41 tahun 1999
tentang Kehutanan. Namun apabila kita membahas mengenai
kepemilikan tanah (kawasan/lahan) maka kita juga harus melihat Undang – Undang
Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria. Hal ini penting, karena undang – undang
agraria membahas mengenai penguasaan dan pemilikan tanah, termasuk juga
sumberdaya alam. Hutan juga merupakan
sumberdaya alam yang secara implisit termasuk dalam pembahasan tersebut.
Undang – Undang Nomor 5 tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria mengakui bahwa pemilik tanah
/penguasaan atas tanah dilakukan oleh negara dan perseorangan atau
badan/kelompok. Bumi, air dan angkasa
dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara. Perseorangan juga dapat memiliki hak atas
tanah. Dalam undang – undang ini, negara
mengakui keberadaan dari masyarakat adat dan memberikan beberapa hak kepada
mereka, di antaranya adalah hak memiliki tanah.
Pemberian hak tanah kepada masyarakat adat memiliki syarat berupa tidak
melanggar kepentingan negara.
Undang – Undang Nomor 5 tahun 1967
tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok Kehutanan membagi kepemilikan hutan menjadi
dua, hutan milik dan hutan negara. Hutan
milik adalah hutan yang berada di atas tanah yang dikenai hak milik sedangkan
hutan negara adalah hutan yang berada di atas tanah yang tidak dikenai hak
milik. Undang – undang ini tidak
memasukkan masyarakat adat sebagai pemilik atas hutan. Masyarakat hukum adat dianggap keberadaannya
sudah tidak kuat, mulai lemah sehingga tidak dibahas dalam undang – undang
ini. Istilah masyarakat adat disebut
dalam pasal 17 dalam kaitan pemanfaatan hutan.
Namun pemanfaatan hutan memiliki syarat dan disamakan dengan
perseorangan atau badan.
Undang
– Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan menyatakan bahwa hutan terdiri
dari dua yaitu hutan milik dan negara.
Pengertian mengenai istilah hutan milik dan negara sebenarnya hampir
sama dengan Undang – Undang Nomor 5 tahun 1967.
Hutan negara adalah hutan yang berada di atas tanah yang tidak dikenai
hak atas tanah sedangkan hutan milik adalah hutan yang berada di atas tanah
yang dikenai hak atas tanah. Dalam
Undang – Undang ini juga terdapat pengertian hutan adat, yaitu hutan negara
yang berada di wilayah hukum adat.
Undang
– Undang Nomor 41 tahun 1999 mengalami dinamika dalam perjalanan
pelaksanaannya. Hal ini disebabkan
adanya perkembangan hukum di Indonesia. Perkembangan hukum yang cukup
berpengaruh adalah dibentuknya instiutsi Mahkamah Konstitusi pada 2003.
Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan mengadili undang – undang yang dianggap
bertentangan dengan Undang – Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945.
Mahkamah
Konstitusi mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan oleh Aliasi Masyarakat
Hukum Adat (AMAN). AMAN mengajukan
beberapa gugatan mengenai sektor kehutanan kepada MK pada bulan Mei 2012. Implikasi hukum dari Keputusan MK adalah
hutan adat bukanlah merupakan hutan negara (www.aman.org,
2013)
Daftar Pustaka
Republik
Indonesia, 1945, Undang – Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945
---------------------,
1960, Undang – Undang Nomor 5 tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria
---------------------,
1967, Undang – Undang Nomor 5 tahun 1967
tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok Kehutanan
---------------------,
1967, Undang – Undang Nomor 41 tahun 1999
tentang Kehutanan
www.aman.org, 2013, Mahkamah Konstitusi Setujui Judicial Review
Terhadap Undang – Undang Kehutanan, diakses pada tanggal
31 Januari 2015
(yogyakarta, 31 Januari 2015)
Sabtu, 31 Januari 2015
SEJARAH PERKEMBANGAN PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN REPUBLIK INDONESIA MENGENAI KEHUTANAN
Pengelolaan sektor kehutanan di
Indonesia selalu mengacu kepada perundang – undangan yang berlaku. Dasar pengelolaan
Sumber Daya Hutan tersurat dalam Batang Tubuh Undang – Undang Dasar 1945 pasal
33 ayat 3 yang berbunyi
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar –
besarnya kemakmuran rakyat”.
Selanjutnya pasal 33 ayat 3 tersebut di atas diuraikan lebih terperinci lagi dalam
peraturan di bawahnya, undang – undang.
Dalam sejarahnya, terdapat beberapa undang –
undang tentang kehutanan, diantaranya adalah Undang – Undang Nomor 5 tahun 1967
tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok Kehutanan, Undang – Undang Nomor 5 tahun
1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dan Undang – Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang
Kehutanan. Namun di samping undang – undang
yang tersebut di atas, terdapat juga undang – undang yang berkaitan dengan
sektor kehutanan, di antaranya adalah Undang – Undang Nomor 5 tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria dan Undang – Undang Nomor 26
tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Undang – undang mengenai pokok – pokok agraria menjelaskan mengenai penguasaan
tanah / lahan hutan. Sedangkan undang –
undang mengenai penataan ruang bersinggungan dengan sektor kehutanan karena
membahas mengenai penggunaan atau alokasi lahan hutan minimal dalam suatu
daerah. Wujud dari alokasi lahan berupa
area dengan peruntukan kawasan lindung dan konservasi.
Undang – Undang Nomor 5 tahun 1967
tentang Ketentuan – ketentuan pokok Kehutanan merupakan undang – undang pertama
yang dihasilkan oleh pemerintah Republik Indonesia. Sebelum berlakunya undang – undang tersebut,
peraturan mengenai kehutanan banyak mengacu pada ordonansi (peraturan) produk
kolonial Belanda.
Undang – undang Nomor 5 tahun 1990
tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya membahas mengenai
pemeliharaan dan perawatan seumberdaya alam, baik tumbuhan maupun hewan. Undang- undang ini menjadi dasar dalam
pengelolaan kawasan konservasi. Hal –
hal yang dibahas dalam peraturan ini di antaranya adalah bentuk – bentuk
kawasan konservasi, peraturan mengenai satwa dan tumbuhan yang dilindungi,
pemanfaatan sumberdaya secara lestari, peran dari berbagai pihak dan ketentuan
pidana.
Undang – Undang Nomor 41 tahun
1999 tentang Kehutanan merupakan peraturan terbaru mengenai kehutanan. Dalam undang – undang ini sudah
mempertimbangkan perkembangan kondisi sosial masyarakat di Indonesia, khususnya
mengenai otonomi daerah dan masyarakat adat.
Bila dibandingkan dengan peraturan peraturan sebelumnya, undang – undang
ini membahas atau mengatur sektor kehutanan lebih lengkap dan menyeluruh. Secara garis besar, isi dari undang – undang
ini adalah mengenai penguasaan hutan, fungsi hutan, pengelolaan hutan yang meliputi
pengurusan; perencanaan; inventarisasi; pengukuhan kawasan, pembentukan wilayah
pengelolaan dan pemanfaatan, rehabilitasi,perlindungan, penelitian; masyarakat
hukum adat, gugatan perwakilan, penyelesaian sengketa, dan ketentuan pidana.
(yogyakarta, 31 jan 2015)
Daftar
Pustaka
Republik
Indonesia, 1945, Undang – Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945
---------------------,
1960, Undang – Undang Nomor 5 tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria
---------------------,
1967, Undang – Undang Nomor
5 tahun 1967 tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok Kehutanan
---------------------,
1990, Undang – Undang Nomor 5 tahun 1990
tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya
---------------------,
1967, Undang – Undang Nomor 41 tahun 1999
tentang Kehutanan
---------------------,
2007, Undang – Undang Nomor 26 tahun 2007
tentang Penataan Ruang
Minggu, 25 Januari 2015
PENGERTIAN HUTAN
Pengertian mengenai hutan memiliki
variasi yang cukup beragam. Namun
apabila dikelompokkan lebih lanjut berdasarkan fungsi dan penggunaan yang
dominan maka terdapat 3 pandangan mengenai hutan. Pertama hutan dipandang sebagai tegakan
pohon, kedua hutan dipandang sebagai kumpulan dari pepohonan dan binatang dan
ketiga adalah hutan sebagai sebuah ekosistem.
Pandangan
pertama mengenai hutan sebagai tegakan pohon memiliki arti bahwa hutan merupakan kumpulan dari pepohonan
semata. Hutan merupakan sumber penghasil
kayu. Konsep sangat dipengaruhi oleh
kegiatan ekonomi.
Pengertian hutan berdasarkan pada
konsep ini masih dipakai hingga sekarang.
Berdasarkan studi literatur, Society of American Forester memberikan pengertian mengenai hutan sebagai
asosiasi dari tumbuhan yang didominasi oleh pepohonan atau tumbuhan berkayu
dalam area lahan tertentu. Manan (1998:12).
Pengertian sangat relevan dengan konsep hutan dipandang sebagai tegakan
pohon.
Dalam konteks aplikasi di Indonesia, konsep hutan
sebagai tegakan pohon masih menjadi banyak digunakan, Sebagai contoh pengelolaan HPH dan HTI di
Luar Jawa dan pengelolaan Hutan Jati oleh Perhutani di Pulau Jawa. Ketiganya melakukan pengelolaan hutan dengan
hasil utama kayu.
Konsep kedua adalah hutan dipandang sebagai kumpulan
dari tumbuh – tumbuhan dan binatang.
Konsep ini lebih kompleks daripada pengertian pertama. Hutan tidak hanya merupakan tegakan pohon
namun sudah memasukkan unsur binatang.
Konsep ini juga menekankan hubungan antara keduanya. Namun pada konsep kedua ini masih menekankan
pentingnya dominasi tumbuhan berkayu atau pohon dalam hutan. Hal ini akan lebih jelas dalam uraian
pengertian hutan pada paragrap berikut.
Terdapat beberapa pengertian tentang hutan berdasarkan
konsep ini, di antarnya adalah sebagai berikut. Hutan adalah kumpulan
masyarakat tumbuhan dan binatang yang beragam dan kompleks. Masyarakat penyusun hutan terdiri dari pepohonan, semak, tumbuhan bawah, binatang,
jasad renik tanah yang mana satu dengan yang lain terikat dalam hubungan
ketergantungan. Selain itu, hutan juga
dicirikan oleh dominasi pohon yang bertajuk rapat sehingga merangsang
pemangkasan alami melalui penaungan ranting dan dahan yang berada di bawah. Suatu kawasan harus memiliki luas minimal
seperempat hektar agar dapat disebut sebagai hutan (Indrayanto, 2008:6-7).
Pendapat lain
menyatakan bahwa hutan adalah
persekutuan antara tumbuh - tumbuhan dan binatang yang didominasi oleh pohon
atau tanaman berkayu dengan luas area tertentu sehingga dapat menciptakan iklim
mikro yang berbeda dari lingkungan sekitar dan kondisi ekologi yang khas (Simon
2000:11).
Pengertian hutan berdasar konsep selanjutnya adalah
hutan dipandang sebagai sebuah ekosistem.
Hutan tidak hanya tegakan pohon atau kumpulan pohon dan binatang. Hutan merupakan sebuah sistem yang saling
berhubungan dan saling berpengaruh. Hutan
merupakan sistem fungsional dari komunitas penyusun yang ada di dalamnya. Hal ini sesuai dengan pengertian sistem yang
merupakan kumpulan dari bagian – bagian penyusun yang saling bekerjasama untuk
mencapai tujuan yang sama. Pengertian
hutan berdasarkan konsep ini dapat dilihat sebagai berikut.
Hutan merupakan
ekosistem yang terbentuk
dari persekutuan tumbuh –
tumbuhan dan binatang yang saling berinteraksi satu dengan lainnya. Interaksi yang terjadi antara tumbuhan dan
binatang berjalan dinamis. Hubungan
yang terjadi terkadang saling menguntungkan antara keduanya, namun dalam
kondisi tertentu terjadi hubungan yang saling mengorbankan. Siklus pohon di dalam hutan dapat menggambarkan
interaksi atau hubungan dalam masyarakat
hutan. (Simon, 2008:113-114).
Lebih lanjut Manan (1998:12) menyatakan bahwa
pengertian hutan sebagai sebuah ekosistem akan memberikan pemahaman yang lebih
tepat. Hutan sebagai ekosistem merupakan
kesatuan masyarakat hidup atau “biocoenose”
yang terdiri dari unsur hidup (biotik)
misalnya tumbuhan, binatang dan jasad renik yang hidup di lapisan tanah bagian
atas unsur tidak hidup (abiotik) yaitu lingkungan seperti udara, tanah dan
cahaya matahari.
Terdapat dua jenis
ekosistem yang ada di permukaan bumi, ekosistem daratan dan ekosistem
perairan. Namun penggolongan tersebut di
atas masih dapat dirinci, misal penggolongan ekosistem berdasarkan makhluk
hidup yang menempatinya. Berdasarkan
penggolongan tersebut, hutan merupakan ekosistem daratan dengan unsur penyusun
ekosistem di antaranya adalah unsur abiotik berupa tanah dan batuan induk,
produsen, yaitu semua jenis tumbuhan yang dapat melakukan proses fotosintesis,
konsumen makro dan semua jenis hewan dan pengurai yang terdiri dari keluarga
jamur dan bakteri (Simon, 2008:115-116).
Sedangkan menurut Undang – Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,
disebutkan bahwa:
“Hutan
adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan yang berisi sumberdaya alam hayati
yang didominasi pepohonan berkayu dalam persekutuan alam lingkungannya,
yang tidak dapat dipisahkan satu dengan
yang lain”.
Pengertian berdasarkan
Undang – Undang 41 di atas sudah memandang hutan sebagai sebuah ekosistem. Namun pengertian ini masih terpaku adanya
dominasi pepohonan berkayu sebagai penyusunnya.
DAFTAR PUSTAKA
Indrayanto, 2008, Pengantar
Budidaya Hutan, PT Bumi Aksara, Jakarta
Longman KA dan Jenit J, 1987, Tropical Forest and Its Environment, Second Edition, ELBS
Publisher, Singapore
Manan, Syafii, 1998, Hutan, Rimbawan dan Masyarakat, IPB
Press, Bogor
Republik Indonesia, 1999,Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Simon, Hasanu, 2000, Hutan Jati dan Kemakmuran Problematika dan Pemecahannya Cetakan II, Bayu
Indra Garfika, Yogyakarta
, 2008, Pengelolaan Hutan Bersama
Rakyat, Pustaka pelajar, Yogyakarta
Langganan:
Postingan (Atom)