Minggu, 01 Februari 2015

PERKEMBANGAN PENGUASAAN HUTAN OLEH MASYARAKAT ADAT BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN REPUBLIK INDONESIA

Penguasaan hutan dan kekayaan alam lainnya yang terkandung di dalam tanah diatur secara jelas dalam undang – undang.  Berdasarkan Undang – Undang Dasar Tahun 1945 pasal 33 ayat 3, menyatakan bahwa kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi, air maupun angkasa dikuasai oleh negara.  Negara menguasai semua kekayaan tersebut untuk digunakan memakmurkan rakyat Indonesia. 
Dalam konteks kehutanan, penguasaan hutan oleh negara diatur dalam undang – undang.  Terdapat dua undang – undang yag mengatur tentang penguasaan hutan yaitu  Undang – Undang Nomor 5 tahun 1967 tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok Kehutanan, dan  Undang – Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.   Namun apabila kita membahas mengenai kepemilikan tanah (kawasan/lahan) maka kita juga harus melihat Undang – Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria.  Hal ini penting, karena undang – undang agraria membahas mengenai penguasaan dan pemilikan tanah, termasuk juga sumberdaya alam.  Hutan juga merupakan sumberdaya alam yang secara implisit termasuk dalam pembahasan tersebut.
Undang – Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria mengakui bahwa pemilik tanah /penguasaan atas tanah dilakukan oleh negara dan perseorangan atau badan/kelompok.  Bumi, air dan angkasa dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara.  Perseorangan juga dapat memiliki hak atas tanah.  Dalam undang – undang ini, negara mengakui keberadaan dari masyarakat adat dan memberikan beberapa hak kepada mereka, di antaranya adalah hak memiliki tanah.  Pemberian hak tanah kepada masyarakat adat memiliki syarat berupa tidak melanggar kepentingan negara.
Undang – Undang Nomor 5 tahun 1967 tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok Kehutanan membagi kepemilikan hutan menjadi dua, hutan milik dan hutan negara.  Hutan milik adalah hutan yang berada di atas tanah yang dikenai hak milik sedangkan hutan negara adalah hutan yang berada di atas tanah yang tidak dikenai hak milik.  Undang – undang ini tidak memasukkan masyarakat adat sebagai pemilik atas hutan.  Masyarakat hukum adat dianggap keberadaannya sudah tidak kuat, mulai lemah sehingga tidak dibahas dalam undang – undang ini.  Istilah masyarakat adat disebut dalam pasal 17 dalam kaitan pemanfaatan hutan.  Namun pemanfaatan hutan memiliki syarat dan disamakan dengan perseorangan atau badan.
            Undang – Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan menyatakan bahwa hutan terdiri dari dua yaitu hutan milik dan negara.   Pengertian mengenai istilah hutan milik dan negara sebenarnya hampir sama dengan Undang – Undang Nomor 5 tahun 1967.  Hutan negara adalah hutan yang berada di atas tanah yang tidak dikenai hak atas tanah sedangkan hutan milik adalah hutan yang berada di atas tanah yang dikenai hak atas tanah.  Dalam Undang – Undang ini juga terdapat pengertian hutan adat, yaitu hutan negara yang berada di wilayah hukum adat.
            Undang – Undang Nomor 41 tahun 1999 mengalami dinamika dalam perjalanan pelaksanaannya.  Hal ini disebabkan adanya perkembangan hukum di Indonesia. Perkembangan hukum yang cukup berpengaruh adalah dibentuknya instiutsi Mahkamah Konstitusi pada 2003. Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan mengadili undang – undang yang dianggap bertentangan dengan Undang – Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945. 
            Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan oleh Aliasi Masyarakat Hukum Adat (AMAN).  AMAN mengajukan beberapa gugatan mengenai sektor kehutanan kepada MK pada bulan Mei 2012.  Implikasi hukum dari Keputusan MK adalah hutan adat bukanlah merupakan hutan negara (www.aman.org, 2013)

Daftar Pustaka

Republik Indonesia, 1945, Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
---------------------, 1960, Undang – Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria
---------------------, 1967, Undang – Undang Nomor 5 tahun 1967 tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok Kehutanan
---------------------, 1967, Undang – Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan
www.aman.org, 2013, Mahkamah Konstitusi Setujui Judicial Review Terhadap Undang – Undang Kehutanan, diakses pada tanggal 31 Januari 2015


(yogyakarta, 31 Januari 2015)

Sabtu, 31 Januari 2015

SEJARAH PERKEMBANGAN PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN REPUBLIK INDONESIA MENGENAI KEHUTANAN

Pengelolaan sektor kehutanan di Indonesia selalu mengacu kepada perundang – undangan yang berlaku. Dasar pengelolaan Sumber Daya Hutan tersurat dalam Batang Tubuh Undang – Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 yang berbunyi
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar – besarnya kemakmuran rakyat”.
Selanjutnya pasal 33 ayat 3  tersebut di atas  diuraikan lebih terperinci lagi dalam peraturan di bawahnya, undang – undang.
 Dalam sejarahnya, terdapat beberapa undang – undang tentang kehutanan, diantaranya adalah Undang – Undang Nomor 5 tahun 1967 tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok Kehutanan, Undang – Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dan  Undang – Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.  Namun di samping undang – undang yang tersebut di atas, terdapat juga undang – undang yang berkaitan dengan sektor kehutanan, di antaranya adalah Undang – Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria dan Undang – Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.  Undang – undang mengenai pokok – pokok agraria menjelaskan mengenai penguasaan  tanah / lahan hutan. Sedangkan undang – undang mengenai penataan ruang bersinggungan dengan sektor kehutanan karena membahas mengenai penggunaan atau alokasi lahan hutan minimal dalam suatu daerah.  Wujud dari alokasi lahan berupa area dengan peruntukan kawasan lindung dan konservasi.
Undang – Undang Nomor 5 tahun 1967 tentang Ketentuan – ketentuan pokok Kehutanan merupakan undang – undang pertama yang dihasilkan oleh pemerintah Republik Indonesia.  Sebelum berlakunya undang – undang tersebut, peraturan mengenai kehutanan banyak mengacu pada ordonansi (peraturan) produk kolonial Belanda.
Undang – undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya membahas mengenai pemeliharaan dan perawatan seumberdaya alam, baik tumbuhan maupun hewan.  Undang- undang ini menjadi dasar dalam pengelolaan kawasan konservasi.  Hal – hal yang dibahas dalam peraturan ini di antaranya adalah bentuk – bentuk kawasan konservasi, peraturan mengenai satwa dan tumbuhan yang dilindungi, pemanfaatan sumberdaya secara lestari, peran dari berbagai pihak dan ketentuan pidana.
Undang – Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan merupakan peraturan terbaru mengenai kehutanan.  Dalam undang – undang ini sudah mempertimbangkan perkembangan kondisi sosial masyarakat di Indonesia, khususnya mengenai otonomi daerah dan masyarakat adat.  Bila dibandingkan dengan peraturan peraturan sebelumnya, undang – undang ini membahas atau mengatur sektor kehutanan lebih lengkap dan menyeluruh.  Secara garis besar, isi dari undang – undang ini adalah mengenai penguasaan hutan, fungsi hutan, pengelolaan hutan yang meliputi pengurusan; perencanaan; inventarisasi; pengukuhan kawasan, pembentukan wilayah pengelolaan dan pemanfaatan, rehabilitasi,perlindungan, penelitian; masyarakat hukum adat, gugatan perwakilan, penyelesaian sengketa, dan ketentuan pidana. (yogyakarta, 31 jan 2015)

Daftar Pustaka
Republik Indonesia, 1945, Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
---------------------, 1960, Undang – Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria
---------------------, 1967, Undang – Undang Nomor 5 tahun 1967 tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok Kehutanan
---------------------, 1990, Undang – Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya
---------------------, 1967, Undang – Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan

---------------------, 2007, Undang – Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Minggu, 25 Januari 2015

PENGERTIAN HUTAN

Pengertian mengenai hutan memiliki variasi yang cukup beragam.  Namun apabila dikelompokkan lebih lanjut berdasarkan fungsi dan penggunaan yang dominan maka terdapat 3 pandangan mengenai hutan.  Pertama hutan dipandang sebagai tegakan pohon, kedua hutan dipandang sebagai kumpulan dari pepohonan dan binatang dan ketiga adalah hutan sebagai sebuah ekosistem.
            Pandangan pertama mengenai  hutan sebagai  tegakan pohon memiliki arti  bahwa hutan merupakan kumpulan dari pepohonan semata.  Hutan merupakan sumber penghasil kayu.  Konsep sangat dipengaruhi oleh kegiatan ekonomi. 
Pengertian hutan berdasarkan pada konsep ini masih dipakai hingga sekarang.  Berdasarkan studi literatur, Society of American Forester  memberikan pengertian mengenai hutan sebagai asosiasi dari tumbuhan yang didominasi oleh pepohonan atau tumbuhan berkayu dalam area lahan tertentu. Manan (1998:12).  Pengertian sangat relevan dengan konsep hutan dipandang sebagai tegakan pohon.
Dalam konteks aplikasi di Indonesia, konsep hutan sebagai tegakan pohon masih menjadi banyak digunakan,  Sebagai contoh pengelolaan HPH dan HTI di Luar Jawa dan pengelolaan Hutan Jati oleh Perhutani di Pulau Jawa.  Ketiganya melakukan pengelolaan hutan dengan hasil utama kayu. 
Konsep kedua adalah hutan dipandang sebagai kumpulan dari tumbuh – tumbuhan dan binatang.  Konsep ini lebih kompleks daripada pengertian pertama.  Hutan tidak hanya merupakan tegakan pohon namun sudah memasukkan unsur binatang.  Konsep ini juga menekankan hubungan antara keduanya.  Namun pada konsep kedua ini masih menekankan pentingnya dominasi tumbuhan berkayu atau pohon dalam hutan.  Hal ini akan lebih jelas dalam uraian pengertian hutan pada paragrap berikut.
Terdapat beberapa pengertian tentang hutan berdasarkan konsep ini, di antarnya adalah sebagai berikut. Hutan adalah kumpulan masyarakat tumbuhan dan binatang yang beragam dan kompleks.  Masyarakat penyusun hutan terdiri dari  pepohonan, semak, tumbuhan bawah, binatang, jasad renik tanah yang mana satu dengan yang lain terikat dalam hubungan ketergantungan.  Selain itu, hutan juga dicirikan oleh dominasi pohon yang bertajuk rapat sehingga merangsang pemangkasan alami melalui penaungan ranting dan dahan yang berada di bawah.  Suatu kawasan harus memiliki luas minimal seperempat hektar agar dapat disebut sebagai hutan (Indrayanto, 2008:6-7).
   Pendapat lain menyatakan bahwa  hutan adalah persekutuan antara tumbuh - tumbuhan dan binatang yang didominasi oleh pohon atau tanaman berkayu dengan luas area tertentu sehingga dapat menciptakan iklim mikro yang berbeda dari lingkungan sekitar dan kondisi ekologi yang khas (Simon 2000:11).
Pengertian hutan berdasar konsep selanjutnya adalah hutan dipandang sebagai sebuah ekosistem.  Hutan tidak hanya tegakan pohon atau kumpulan pohon dan binatang.  Hutan merupakan sebuah sistem yang saling berhubungan dan saling berpengaruh.  Hutan merupakan sistem fungsional dari komunitas penyusun yang ada di dalamnya.  Hal ini sesuai dengan pengertian sistem yang merupakan kumpulan dari bagian – bagian penyusun yang saling bekerjasama untuk mencapai tujuan yang sama.  Pengertian hutan berdasarkan konsep ini dapat dilihat sebagai berikut.
Hutan  merupakan ekosistem  yang  terbentuk  dari  persekutuan tumbuh – tumbuhan dan binatang yang saling berinteraksi satu dengan lainnya.  Interaksi yang terjadi antara tumbuhan dan binatang berjalan dinamis.   Hubungan yang terjadi terkadang saling menguntungkan antara keduanya, namun dalam kondisi tertentu terjadi hubungan yang saling mengorbankan.  Siklus pohon di dalam hutan dapat menggambarkan interaksi atau  hubungan dalam masyarakat hutan.  (Simon, 2008:113-114).  
Lebih lanjut Manan (1998:12) menyatakan bahwa pengertian hutan sebagai sebuah ekosistem akan memberikan pemahaman yang lebih tepat.  Hutan sebagai ekosistem merupakan kesatuan masyarakat hidup atau “biocoenose” yang terdiri dari unsur  hidup (biotik) misalnya tumbuhan, binatang dan jasad renik yang hidup di lapisan tanah bagian atas unsur tidak hidup (abiotik) yaitu lingkungan seperti udara, tanah dan cahaya matahari.
            Terdapat dua jenis ekosistem yang ada di permukaan bumi, ekosistem daratan dan ekosistem perairan.  Namun penggolongan tersebut di atas masih dapat dirinci, misal penggolongan ekosistem berdasarkan makhluk hidup yang menempatinya.  Berdasarkan penggolongan tersebut, hutan merupakan ekosistem daratan dengan unsur penyusun ekosistem di antaranya adalah unsur abiotik berupa tanah dan batuan induk, produsen, yaitu semua jenis tumbuhan yang dapat melakukan proses fotosintesis, konsumen makro dan semua jenis hewan dan pengurai yang terdiri dari keluarga jamur dan bakteri (Simon, 2008:115-116). 
Sedangkan menurut Undang – Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, disebutkan bahwa:
“Hutan adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan yang berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan berkayu dalam persekutuan alam lingkungannya, yang  tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain”.

Pengertian berdasarkan Undang – Undang 41 di atas sudah memandang hutan sebagai sebuah ekosistem.  Namun pengertian ini masih terpaku adanya dominasi pepohonan berkayu sebagai penyusunnya.


DAFTAR PUSTAKA

Indrayanto, 2008, Pengantar Budidaya Hutan, PT Bumi Aksara, Jakarta
Longman KA dan Jenit J, 1987, Tropical Forest and Its Environment, Second Edition, ELBS Publisher, Singapore
Manan, Syafii, 1998, Hutan, Rimbawan dan Masyarakat, IPB Press, Bogor
Republik Indonesia, 1999,Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Simon, Hasanu, 2000, Hutan Jati dan Kemakmuran Problematika dan Pemecahannya Cetakan II, Bayu Indra Garfika, Yogyakarta
              , 2008, Pengelolaan Hutan Bersama Rakyat, Pustaka pelajar, Yogyakarta